Program Studi Diploma Kepariwisataan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (20/10) yang lalu menyelenggarakan Simposium Nasional Pariwisata Terpaan 2018. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Nusantara, University Club, Universitas Gadjah Mada ini mengangkat tema “Mencari Metode Penelitian Pariwisata Terapan dalam Rangka Memperkokoh 10 Tahun Disiplin Ilmu Pariwisata sebagai Ilmu Mandiri”. Kegiatan yang dikoordinatori oleh Fatkurrohman, S.IP., M.Si. ini dibuka langsung oleh Dekan Sekolah Vokasi UGM, Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D.
General session simposium diisi oleh empat ahli di bidang pengkajian pariwisata yang mencoba merumuskan metode penelitian pariwisata terapan, mereka adalah Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A dan Dr. Yulia Arisnani Widyaningsih, M.B.A. dari Universitas Gadjah Mada serta Dr. Marimin, M.Si. dari Universitas Sebelas Maret/Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan Dr. Asep Parantika dari Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Jakarta.
Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A. menyampaikan bahwa antara paradigma teoritis dan paradigma terapan sangat berhubungan dan tidak bisa dipisahkan begitu saja. Guru Besar Antropologi UGM ini menjelaskan bahwa hal yang paling fundamendal ditekankan dalam penelitian pariwisata adalah masalah apa yang akan diteliti, manusianya atau alamnya. Jika manusianya maka pendekatannya sosial-budaya, dan jika alamnya maka dengan pendekatan ilmu alam. Jadi, metode pariwisata terapan dilihat dari dua aspek: pariwisata sebagai gejala sosial budaya dan pariwisata sebagai gejala alam.
Lebih rinci pengajar di Program Master dan Doktor Kajian Pariwisata UGM ini menyampaikan jika masalah yang diteliti adalah manusia beberapa hal yang bisa diteliti antara lain dampak sosial budaya dan ekonomi pariwisata, partisipasi masyarakat, politik pembangunan pariwisata, makna pariwisata bagi masyarakat, persaingan dalam pariwisata, pariwisata dan integrasi sosial, juga pariwisata dan pelestarian budaya. Sedangkan jika yang diteliti adalah alam, beberapa hal yang bisa diteliti antara lain perencanaan kawasan pariwisata, desain kawasan destinasi, masalah lingkungan, dampak fisik lingkungan, daya dukung kawasan pariwisata, perencanaan fasilitas pariwisata, dan sebagainya. Dalam paparannya, Heddy memberi gambaran bahwa antara terapan dan teoritis batasannya adalah jika teoritis cakupannya pada hasil analisis dan representasi, sedangkan terapan berada dalam wilayah rekomendasi, kebijakan, program dan aksi.
Dr. Marimin, M.Si., Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung sekaligus pengajar di Prodi Usaha Perjalanan Wisata, Universitas Sebelas Maret menyampaikan bahwa jenis penelitian pariwisata ada tiga: penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research), dan penelitian pengembangan keilmuan (research for science development). Dr. Marimin memberi contoh contoh penelitian terapan pariwisata antara lain pengembangan destinasi, hospitaliti dan perjalanan, juga kebijakan pariwisata.
Dr. Marimin menambahkan, ada empat pendekatan penelitian pariwisata terapan. Antara lain kualitatif, kuantitatif, mixed method, dan indeigenous methodoly. Pendekatan kualitatif terdiri dari observasi langsung, etnografi, indepth interviews, FG, participatory action research, dan case studies. Pendekatan kuantitatif terdiri dari experiental design, quasi-experimental design, questionnaires, FG/dephic technique, participatory action research, dan case studies. Sedangkan pendekatan mixed method terdiri dari qustionnaires and participant observation, FGD and questionnaires, questionnaires-in-depth interviews-FGD, questionnaires, in-depth interviews, citizen’s jury, and documentary anlysis, participatory action research, dan case studies. Terakhir, indigenous methodology terdiri dari participant observation, FG, in-depth interviews, FG/community consultation, participatory action research, dan case studies.
Dr. Yulia Arisnani Widyaningsih, M.B.A., Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM menyampaikan bahwa peluang pengembangan pariwisata terapan bisa dilakukan melalui penelitian atas stakeholder pariwisata, antara lain: pemerintah, pelaku dalam industri, masyarakat, advocate intermediary (akademisi, peneliti, dan NGO), lembaga internasional, dan publik. Dr. Yulia juga menambahkan bahwa beberapa isu yang bisa diangkat dalam penelitian pariwisata terapan antara lain: perbedaan pengalaman wisatawan, tingginya promosi yang tidak diikuti kesiapan masyarakat lokal, terkonsentrasinya wisatawan pada destinasi mainstream, terbatasnya detail informasi tentang atraksi lokal dengan konten lokal, rendahnya pemberdayaan masyarakat lokal, dan keberlanjutan.
Pembicara terakhir, Dr. Asep Parantika dari Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Jakarta menyampaikan bahwa pariwisata sebagai ilmu didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari teori-teori dan praktik-praktik tentang perjalanan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfasilitasi perjalanan wisatawan dengan berbagai implikasinya”. Ilmu pariwisata sendiri, lanjutnya, merupakan ilmu yang multidisipliner yang bisa didekati dari banyak ilmu, antara lain sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, politik, budaya, ekonomi, lingkungan, dan geografi. Dr. Asep menawarkan pendekatan pariwisata terapan dengan sosiologi yang menekankan pada bagaimana cara mengedukasi wisatawan, sebagai alternatif kajian yang selama ini lebih menekankan pada perilaku tuan rumah dalam menyambut wisatawan. Di akhir presentasinya, Dr. Asep berpesan bahwa perlu memperbanyak penelitian aplikatif dan pendekatan kualitatif pada penelitian pariwisata di Indonesia. “Penelitian kualitatif lebih exploratif,” tuturnya.
Dalam kesempatan simposium kemarin, sebanyak 12 peserta turut mempresentasikan makalahnya antara lain dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Pelita Harapan, Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Sekolah Tinggi Pariwiata Ambarrukmo, dan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional.
Text & Foto: Humas DBSMB