Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman berkolaborasi dengan Jogja Festivals Studies Centre dan Gelanggang Inovasi dan Kreativitas UGM menyelenggarakan Festival Academy : Workshop Manajemen Seni Pertunjukan pada Selasa (26/3), di Ruang 304, Gedung Teaching Industry Learning Center (TILC), Sekolah Vokasi UGM. Program ini adalah salah satu program “Road to Festival Inovokasia” yang diinisiasi oleh GIK UGM dan Sekolah Vokasi UGM.
Workshop ini menampilkan para maestro festival Yogyakarta sebagai narasumber yaitu, Garin Nugroho (Sutradara Cine Concert Setan Jawa & SAMSARA) dan Bambang Paningron (Direktur Asia Tri Festival), serta Aji Wartono (Founder Ngayogjazz Festival & Wartajazz.com) sebagai moderator.
Bambang Paningron bercerita tentang perjalanannya sebagai seniman dalam menciptakan Asia Tri Festival, sebuah pertunjukan seni internasional yang ada di Jogja, yang diinisiasi oleh seniman dari tiga negara yaitu Jepang, Korea, dan Indonesia. Asia Tri Festival pertama kali digelar pada 2005 di Seoul, Korea Selatan yang kemudian di lanjutkan di Yogyakarta pada tahun 2006, tepatnya lima bulan pasca musibah gempa besar. Meskipun belum sepenuhnya pulih, antusiasme penonton sangat tinggi bahkan dihadiri oleh rombongan seniman dari Korea dan Jepang.
“Kami melibatkan seniman-seniman dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan dari tiga negara (inisiator) tersebut, kini Asia Tri Festival telah berusia 19 tahun dan sudah dihadiri oleh 31 negara,” jelas Bambang Paningron.
Bambang juga menyampaikan bahwa di balik proses tersebut, pihaknya merintis sebuah keluarga dan jaringan seniman yang sangat besar. Hal ini menjadi penting untuk kelanjutan Asia Tri Festival yang hingga kini sudah mencapai ratusan pertunjukan. Bahkan, sudah banyak seniman yang meminta Asia Tri Festival untuk dikembangkan lebih luas di Indonesia, namun, hal itu tidak mudah karena membutuhkan kesiapan dan kompetensi yang matang.
Sementara, Garin Nugroho berbicara tentang manajemen seni pertunjukan yang dapat dibentuk secara by design maupun organik. Keduanya menjadi sangat penting, sehingga ada yang disebut manajemen modern dan manajemen budaya. Di Indonesia sendiri, manajemen organik lebih kuat karena tradisi budaya itu sendiri yang memiliki kemampuan gotong royong, saling dukung, dan kekeluargaan.
Kendati demikian, konsep-konsep modern di dalam manajemen seni pertunjukan seperti planning, organizing, staffing, budgeting, dan reporting juga penting untuk menghimpun penonton. Bambang menyampaikan, rata-rata festival di Indonesia yang bersifat manajemen selalu berhasil, bahkan yang sudah tidak laku pun akan tetap berjalan. Hal itu disebabkan bahwa dalam praktik manajemen seni pertunjukan terdapat beberapa modal yang perlu diketahui.
“Setiap kita membangun seni pertunjukan atau festival selalu ada beberapa hal yang harus dinilai, yaitu menghitung modal sosial dan budaya, modal ekonomi, modal jejaring, modal institusional, dan modal intelektual,” katanya.
Garin menekankan bahwa dalam membangun sebuah festival, penting untuk memahami dasar-dasar pertumbuhan dari suatu masyarakat untuk melihat potensi yang lebih besar. Kemudian, menumbuhkan aspek-aspek tersebut di wilayah yang penting bagi jalannya organisasi, serta kemampuan kompetisi yang terdiri dari sumber modal, sumber daya manusia, dan ekosistem yang lebih luas.
Dibalik suksesnya karya-karya seni pertunjukan Indonesia yang sukses hingga tingkat internasional, ada manajemen profesional yang bekerja di dalamnya. Faktanya, dari banyaknya event pertunjukan Indonesia, ternyata tidak diimbangi dengan jumlah pekerja seni pertunjukan yang profesional di bidangnya. Oleh karena itu Festival Academy seperti ini sangat perlu untuk diadakan untuk regenerasi pekerja seni pertunjukan dan festival di Indonesia.