Yogyakarta, 30 Juli 2025 – Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (SV UGM) menyelenggarakan Workshop Peningkatan Kapasitas Kehumasan SV UGM 2025 sebagai bentuk penguatan peran kehumasan dalam menghadapi tantangan komunikasi di era digital. Bertempat di Ruang 204, Lantai 2, Gedung Teaching Industry Learning Center (TILC), kegiatan ini melibatkan pimpinan dan pengelola kehumasan dari departemen dan program studi lingkungan SV UGM, serta staf dari kantor pusat UGM.

Acara dibuka secara resmi oleh Dr. Wiryanta, S.T., M.T., selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya membangun kemampuan kehumasan yang adaptif dan cermat dalam membaca situasi komunikasi publik. “Kebenaran saat ini bukan lagi soal substansi, tetapi soal persepsi. Di dunia media sosial, benar dan salah sering kali ditentukan oleh cara kita mengemas informasi. Sebagai pembaca dan pelaku komunikasi, kita harus jeli dalam menafsirkan informasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan respon atas permintaan khusus dari Humas UGM yang menekankan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi krisis organisasi. “Kami berharap rekan-rekan sebagai ujung tombak kehumasan vokasi mampu memposisikan diri secara tepat, baik secara personal maupun institusional, dalam menghadapi krisis yang mungkin muncul di lingkungan kita,” tambahnya.

Materi utama dalam workshop ini dibawakan oleh Winda Mizwar Pratiwi, S.E., M.I.Kom., seorang founder, business owner, konsultan komunikasi strategis, praktisi komunikasi pemasaran, sekaligus dosen. Dengan latar belakang multidisipliner dan pengalaman mendalam di bidang komunikasi publik, ia menyajikan materi bertajuk “Manajemen Krisis dan Komunikasi Proaktif”.
Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa penanganan krisis organisasi bukan hanya soal respons cepat, tetapi juga soal membangun empati, narasi yang benar, serta kesiapan sistemik dalam menghadapi dinamika publik. “Kunci menghadapi badai isu adalah kemampuan untuk melihat, mendengar, menenangkan, menghubungkan, melindungi, dan memberi harapan. Ini bukan sekadar langkah teknis, tetapi upaya membangun kepercayaan di tengah ketegangan,” terangnya.
Ia juga memperkenalkan pendekatan “indera organisasi” sebagai bentuk kepekaan institusi terhadap potensi krisis. Konsep ini melibatkan peran ‘mata publik’ dalam monitoring media sosial, ‘telinga sosial’ untuk menangkap keresahan, ‘kulit organisasi’ untuk merasakan suhu emosi, ‘hidung isu’ yang mampu mendeteksi percikan kecil gosip, dan ‘hati nurani’ untuk menakar respons. “Kita harus belajar membaca sinyal krisis sebelum menjadi gelombang besar, dan itu hanya bisa dilakukan jika kita punya kepekaan terhadap lanskap komunikasi,” ujarnya.
Sebagai bagian dari praktik langsung, peserta workshop mengikuti simulasi krisis bertajuk “Vokasi Under Pressure”. Dalam sesi ini, peserta dibagi menjadi empat tim untuk melakukan simulasi konferensi pers dan latihan tanya jawab dengan media serta pihak kepolisian. Dalam sesi ini, peserta dilatih untuk menyampaikan pesan institusional dengan tenang dan terarah. “Saat berargumentasi, posisikan diri sebagai organisasi, bukan sebagai individu. Ini penting untuk menjaga integritas institusi. Kesadaran emosional dan pemahaman terhadap cara audiens menerima informasi menjadi kunci dalam membentuk narasi publik,” jelas Winda.

Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, dibahas pula mengenai langkah-langkah klarifikasi atas isu yang muncul di ruang publik. Salah satu kesimpulan penting yang muncul adalah bahwa tidak semua isu perlu direspons dengan cepat, melainkan harus dianalisis terlebih dahulu tingkat urgensinya. Jika isu sudah tidak relevan secara waktu (expired), maka dokumentasi kasus menjadi langkah strategis untuk mitigasi risiko serupa di masa depan.
Melalui workshop ini, Sekolah Vokasi UGM berharap kehumasan tidak hanya berfungsi sebagai juru bicara, tetapi juga sebagai garda depan dalam membangun kepercayaan, menjaga reputasi, dan menyusun strategi komunikasi yang terukur serta berlandaskan nilai-nilai integritas.
Penulis: Febriana Trisnawati