Peneliti Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (SV UGM) mengungkap perbedaan cara media nasional dan internasional membingkai kasus dugaan korupsi di PT Pertamina. Melalui riset berjudul “Language Use and Media Framing in the Pertamina Corruption Case in National and International Media,” penelitian ini menyoroti bagaimana penggunaan bahasa dan strategi pemberitaan memengaruhi cara publik memahami isu korupsi, khususnya pada lembaga milik negara.

Dalam penelitian tersebut, The Jakarta Post dan Reuters dipilih sebagai objek kajian untuk mewakili perspektif nasional dan internasional. Analisis dilakukan dengan pendekatan Thematic Analysis, Linguistic Strategies, Media Framing, dan Narrative Strategies untuk mengidentifikasi pola bahasa, tema dominan, serta cara masing-masing media membangun narasi tentang kasus Pertamina tahun 2025.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa The Jakarta Post cenderung menonjolkan aspek moral dan sosial, menekankan tanggung jawab publik, kepercayaan masyarakat, dan urgensi reformasi tata kelola BUMN. Sementara itu, Reuters lebih fokus pada dimensi hukum dan ekonomi makro, dengan gaya bahasa yang netral dan berorientasi pada kredibilitas institusi hukum. Perbedaan ini menunjukkan bagaimana orientasi khalayak memengaruhi cara media membingkai isu korupsi. Media nasional berbicara pada publik yang terdampak langsung, sementara media internasional menekankan stabilitas hukum dan kepercayaan investor.
Lebih lanjut, penelitian ini menegaskan peran penting media dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Melalui pilihan bahasa dan strategi framing, media dapat memperkuat atau justru melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Temuan ini juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 16, yaitu Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. “Bahasa dan narasi media bukan sekadar alat komunikasi, tetapi bagian dari upaya membangun kesadaran publik dan memperkuat kepercayaan terhadap institusi negara,” tambahnya.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi akademisi, jurnalis, dan pembuat kebijakan dalam memahami hubungan antara bahasa, media, dan tata kelola kelembagaan di era digital.
ANP
Photo: freepik