Ahmad Haidir Hidayat, salah satu alumni SV UGM, yang telah menyelesaikan studinya di Prodi Diploma III PJSIG SV UGM pada tahun 2014, langsung terjun di dunia bisnis pembuatan pesawat drone (pesawat tanpa awak) atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dan Pemotretan Udara. Haidir mengaku memilih prodi PJSIG karena sesuai dengan hobby-nya dalam dunia aeromodelling.
“Dibangku kuliah, dunia kedirgantaraan yang ditekuni semakin kuat dengan didukung kuliah dan praktikum, seperti: Penginderaan Jauh, Fotogrametri, GPS/GNSS, Pengolahan Citra Digital, dll.,” ungkapnya.
Pada tahun 2013, Haidir sempat menyabet medali Perunggu dalam Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) XXVI di Universitas Mataram (Unram) dengan Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKM–T), berjudul “EAGLE (Environmental Geographers Unmanned Aerial Vehicle) Sebagai Inovasi Pemanfaatan Pesawat Tanpa Awak dan Pengolahan Foto Udara Digital untuk Pembuatan Peta Navigasi Pada Olahraga Orienteering“, dibawah bimbingan dosen Dr. Taufik Hery Purwanto, M.Si.
Memutuskan untuk tidak bekerja pada sebuah instansi pemerintah maupun terikat dengan badan usaha lain, Haidir lebih memilih untuk bekerja secara mandiri. Meskipun begitu, Haidir mampu mendapatkan kepercayaan dari para pelanggan yang telah mempercayainya, sehingga banyak kerja sama yang telah berhasil ia jalankan meskipun media promosi yang digunakan hanyalah dari mulut ke mulut. Harga yang ditawarkan pun cukup bersaing di pasaran meskipun UAV yang dibuat merupakan home made, namun barang-barang yang digunakan berkualitas. Menurutnya, ia telah menerapkan standar sendiri untuk pesawat yang dibuatnya.
Selain memproduksi UAV, Haidar juga memiliki bisnis pemotretan udara. Untuk pemotretan udara dihargai dengan Rp. 30.000,- per hektarnya. Biasanya untuk sekali proyek omset yang didapatkan bisa mencapai 30 juta rupiah. Padahal, dalam sebulan proyek yang ditangani bisa lebih dari itu. Pelanggannya untuk penjualan dan pemoteran udara, diantaranya adalah: perusahaan perkebunan, instansi pemerintah, personal, dan konsultan survei pemetaan se-Indonesia.
Nurhayatdi, alumni program diploma Penginderaan D3 PJSIG angkatan 2013, juga memilih untuk membuka usaha pemotretan udara dan pembuatan pesawat tanpa awak atau UAV. Namanya Nurhayatdi, laki-laki kelahiran Bantul yang bulan April 2017 kemarin genap berumur 24 tahun ini, tumbuh dan berkembang di lingkungan yang mengajarkan bahwa tekad dan kerja keras akan mengantarkan pada posisi yang mungkin sebelumnya tidak pernah bisa dibayangkan. “That no matter what obstacles life may bring always remember. You can fly!”, itu prinsipnya. Bersama teman-teman seangkatannya di PJSIG, dia mengajak untuk bergabung dan membuat sebuah badan usaha yang diberi nama PT. Aero GIS Plantation.
Bulan April 2016 silam, Nurhayatdi mulai merancang pesawatnya dengan bermodalkan uang 200 – 500 ribu rupiah untuk pembuatan pesawat ukuran kecil. Awal usahanya ini dilakukan sebelum ia diwisuda pada bulan Mei 2016. Baru setelah itu dengan tekad yang kuat dan modal sebesar 1,2 juta rupiah menjadi awal untuk membuat badan usaha secara legal.
Kini Nurhayatdi dan tim sudah memproduksi pesawat yang berukuran besar, dengan modal sekitar 30 juta setiap unitnya. Macam-macam pesawat yang telah mereka buat dapat dilihat secara lengkap di http://aerogis.co.id/ maupun dapat berkunjung langsung ke kantornya di daerah Bantul Yogyakarta. Setidaknya dalam kurun setahun bisnisnya, sudah 30 pesawat drone besar yang berhasil dibuat dan 10 sistem UAV yang diproduksi. Untuk pesawat ukuran kecil, ia tidak bisa memastikan jumlahnya karena kebanyakan merupakan hasil riset. Tujuan adanya riset, adalah untuk mengembangkan inovasi-inovasi baru yang lebih baik lagi.
Selain melayani pemesanan untuk pembuatan pesawat, pihaknya juga menerima pesanan untuk pemotretan udara dan pengolahan data sampai siap digunakan. Harga yang yang dipatok untuk setiap hektarnya sebesar 15 ribu rupiah, biasanya satu hari mereka dapat melakukan perekaman dengan luas daerah sekitar 2.000 Ha dengan biaya kisaran 30 juta rupiah. Kamera yang digunakan, yaitu: Sony A 5000/5100 dengan resolusi mencapai 6 sampai 8 cm per pikselnya dengan tinggi terbang 400-450 meter. Terakhir kemarin mereka baru menyelesaikan proyek di Kalimantan untuk melakukan pemotretan pada kawasan perkebunan kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa perusahannya (Aero GIS) sudah dikenal sampai luar Jawa.
Nurhayatdi dan tim juga memberikan peluang kepada mahasiswa-mahasiswi D3 PJSIG SV UGM yang ingin belajar lebih dalam tentang pembuatan pesawat tanpa awak (UAV) maupun bagaimana cara menerbangkannya.