Cakupan ASI ekslusif (memberikan ASI selama 6 bulan tanpa makanan tambahan) di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan ibu setelah melahirkan mengalami kendala pengeluaran ASI. Maka berbagai usaha ibu dilakukan seperti melakukan pemijatan di sepanjang tulang belakang (punggung). Pemijatan ini dilakukan oleh keluarga dengan posisi ibu sedikit membungkuk dan kepala di sandarkan di meja. Dengan harapan hormone oksitosin keluar dan melancarkan pengeluaran ASI.
Ternyata hormone oksitosin berfungsi tidak hanya membantu pengeluaran ASI namun membantu proses involusi (kembalinya ukurun rahim pasca melahirkan). Apabila proses involusi berjalan dengan baik maka ibu tidak mengalami perdarahan postpartum (setelah melahirkan).
Lalu sebuah ide tercetus dari ketua tim ROMEO yaitu Arlin Dewanti, mahasiswa Kebidanan Sekolah Vokasi UGM untuk membuat suatu aplikasi dari pijatan oksitosin yang dikemas dalam teknologi berbentuk alat. “Alat yang portable, aman, dan dapat digunakan kapan dan dimana saja,” ungkap Arlin.
Bersama ke empat rekannya, yaitu Vina Azizah dan Qory Kuni Afifah, mahasiswa Kebidanan SV UGM serta Joko Listyanto dan Fuad Hammaminata dari Prodi D3 Elektronika dan Instrumentasi SV UGM, Alat ini dibuat secara terintregrasi menggunakan smartphone melalui Bluetooth, dengan Diah Wulandari,M.Keb sebagai dosen pembimbing.
Alat ini kami beri nama ROMEO (Rompi Pijat Refleksi Oksitosin). Prinsip kerja dari ROMEO yaitu memberi tekanan pada titik-titik di sepanjang tulang belakang dan memberikan relaksasi pada ibu. Sehingga dengan menggunakan sensor infra merah sebagai sensor untuk membantu relaksasi dan motor DC sebagai penggerak bulatan-bulatan yang kerjanya secara sirkuler (melingkar).
“Rompi ini mudah di dapat, mudah digunakan dan ramah lingkungan, tidak perlu khawatir ROMEO dapat digunakan oleh ibu yang memiliki tubuh gemuk atau kurus, karena kami merancang khusus dengan memberikan tali pengontrol yang dipasang di samping kanan dan kiri rompi,” jelas Arlin.
Kami berharap ROMEO ini merupakan terobosan baru untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia dan menurunkan angka kematian ibu akibat perdarahan karena proses involusi uterus tidak berjalan dengan baik, imbuhnya.