Studi Penelitian UGM tentang Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya di Tengah Globalisasi

Dalam inisiatif penting yang bertujuan untuk mendorong inklusivitas dan pelestarian budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang melakukan kajian berjudul “Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya dalam Arus Globalisasi.” Kajian ini berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta dari April hingga Oktober 2024. Fokusnya adalah menciptakan platform bagi seniman lokal dan tradisional, terutama mereka yang terpinggirkan oleh arus globalisasi dan modernisasi.

Ilustrasi: Studi Penelitian UGM tentang Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya di Tengah Globalisasi
Ilustrasi: Studi Penelitian UGM tentang Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya di Tengah Globalisasi

Globalisasi menjadi tantangan besar dalam menjaga kelestarian warisan budaya, khususnya warisan budaya takbenda seperti pengetahuan tradisional, seni, bahasa, dan ritual yang diwariskan secara turun-temurun. Kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana elemen-elemen ini dapat dilestarikan sambil tetap terlibat dengan komunitas global.

Urbanisasi dan modernisasi juga menghadirkan tantangan tambahan bagi kota-kota besar, termasuk Jakarta, Solo, Yogyakarta, dan Gianyar, di mana perkembangan seni tradisional sering kali kesulitan menemukan tempat di tengah gerakan seni kontemporer. Kajian ini akan menyelidiki bagaimana lingkungan perkotaan dapat lebih baik mengakomodasi dan mempromosikan seni tradisional, memastikan bahwa seni tersebut dapat berkembang seiring dengan ekspresi modern.

"Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya dalam Arus Globalisasi." Kajian ini berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta dari April hingga Oktober 2024.
“Membangun Ruang Dialog Inklusif untuk Seni dan Budaya dalam Arus Globalisasi.” Kajian ini berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta dari April hingga Oktober 2024.

Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam pelestarian budaya. Kajian ini menekankan pentingnya partisipasi publik, tidak hanya sebagai penonton tetapi juga sebagai peserta aktif dalam pengelolaan dan promosi warisan budaya. Melibatkan masyarakat dalam proses ini dapat memperkuat koneksi mereka dengan akar budaya mereka dan mendorong transmisi pengetahuan ke generasi mendatang.

Namun, ada kekhawatiran yang semakin meningkat tentang komodifikasi budaya. Komersialisasi berlebihan terhadap warisan budaya dapat merusak keasliannya dan memutuskan koneksi antara warisan budaya tersebut dengan komunitas asalnya. Kajian ini akan membahas kekhawatiran ini, mencari keseimbangan antara ekspresi budaya dan keberlanjutan ekonomi.

Bentara Budaya Yogyakarta menjadi tempat yang ideal untuk kajian ini, menyediakan ruang di mana seniman dan anggota komunitas dapat berkumpul untuk berbagi pengalaman dan wawasan mereka. Inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan dialog yang menghormati praktik tradisional sambil juga merangkul pengaruh globalisasi.

Seiring dengan kemajuan kajian ini, peneliti UGM akan berkolaborasi dengan staf Bentara Budaya Yogyakarta untuk mengumpulkan data dan wawasan. Pendekatan kolaboratif ini akan membantu mengidentifikasi praktik terbaik untuk mendorong inklusivitas dan melestarikan warisan budaya di tengah arus globalisasi.

Akhirnya, tujuan dari kajian ini adalah untuk berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan mempromosikan kota dan komunitas yang inklusif yang merayakan warisan budaya. Dengan membangun ruang dialog inklusif, UGM berharap dapat menginspirasi generasi baru seniman dan praktisi budaya yang dapat menavigasi kompleksitas globalisasi sambil tetap berakar pada identitas budaya mereka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*