Yogyakarta, 1 Agustus 2025 — Untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja kehutanan di Jepang dan memperkuat daya saing global lulusan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (SV UGM) menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Nosuta Kabushikigaisha, sebuah perusahaan pengembangan sumber daya manusia berbasis di Jepang. Kolaborasi ini membuka peluang besar bagi mahasiswa, khususnya dari Prodi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan, untuk masuk ke pasar kerja internasional melalui jalur pelatihan dan penempatan profesional.

Penandatanganan MoU berlangsung di Ruang R201 SV UGM dan dihadiri oleh Dekan SV UGM Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, IPM., ASEAN Eng., CEO Nosuta Kabushikigaisha Akhmad Viko Zakhary Santosa Gara, Ketua Prodi Pengelolaan Hutan Ir. Prasetyo Nugroho, S.Hut., M.Sc., Ph.D., IPM., serta perwakilan dari Departemen Bahasa dan Seni dan Manajemen Budaya (DBSMB) dan pimpinan SV UGM lainnya.
Dalam sambutannya, Prof. Agus Maryono menyatakan bahwa kerja sama ini diharapkan dapat langsung diimplementasikan dalam bentuk pengiriman mahasiswa secara berkelanjutan. Ia menekankan bahwa mahasiswa SV UGM memiliki daya saing yang tinggi, cepat beradaptasi, dan telah menunjukkan prestasi di berbagai kompetisi tingkat nasional maupun internasional. “Saya berharap kita bisa langsung mengirim mahasiswa tanpa menunggu satu tahun, khususnya yang sudah memiliki dasar bahasa Jepang dan minat belajar lintas disiplin,” ujarnya.

Nosuta Kabushikigaisha, sebagai mitra industri dalam kerja sama ini, bertindak sebagai penghubung strategis antara tenaga kerja Indonesia dan industri kehutanan Jepang. Perusahaan ini tidak hanya menawarkan skema penyaluran kerja, tetapi juga pelatihan teknis kehutanan, penguasaan bahasa Jepang, dan adaptasi budaya kerja. CEO Nosuta Kabushikigaisha, Akhmad Viko Zakhary Santosa Gara, menyampaikan bahwa pendekatan mereka berfokus pada pengembangan jangka panjang, bukan sekadar pengisian kebutuhan. “Tantangan utama bukan hanya jumlah permintaan, tetapi kualitas. Bahkan untuk ujian kompetensi di Jepang, tingkat kelulusan hanya 20%. Kami ingin menyiapkan SDM Indonesia agar benar-benar siap dari sisi bahasa, keterampilan teknis, dan budaya kerja,” jelasnya. “Jepang punya ribuan kuota visa tiap tahun untuk sektor kehutanan dan pengolahan kayu; ini peluang besar jika pendekatannya tepat.”
Sementara itu, Ir. Prasetyo Nugroho, S.Hut., M.Sc., Ph.D., menilai kerja sama ini sebagai pintu strategis untuk menembus pasar global. Ia menyoroti pentingnya sinkronisasi kurikulum, waktu pelatihan, dan kesiapan bahasa Jepang. Ia juga mengusulkan integrasi pelatihan melalui Mata Kuliah Lintas Disiplin (MKLD) dan kolaborasi lintas prodi, termasuk dengan Prodi Bahasa Jepang. “Saat ini, program magang di semester 7 dan 8 sudah jadi prioritas utama mahasiswa kami. Mereka ingin langsung praktik, bukan hanya belajar di kelas. Ini momentum yang sangat tepat,” ujarnya.
Dr. Endang Soelistiyowati, S.Pd., M.Pd., Wakil Dekan Bidang Kerja Sama dan Alumni, menambahkan bahwa alumni SV UGM sebelumnya telah berhasil menembus pasar kerja di Jepang dan menunjukkan performa yang membanggakan. Ia mendorong skema pelatihan bahasa Jepang minimal hingga level N4 yang dilakukan secara daring setelah mahasiswa menyelesaikan KKN, serta adanya dukungan finansial untuk peserta selama masa magang. “Skema ini tidak hanya memperkuat daya saing SDM kita, tetapi juga memberikan pengalaman kerja internasional yang sangat berharga,” tambahnya.
Penandatanganan MoU ini diharapkan menjadi langkah awal dari kolaborasi jangka panjang antara dunia pendidikan vokasi dan industri global. Selain memperkuat posisi SV UGM dalam menyiapkan lulusan yang berdaya saing internasional, kerja sama ini juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Penulis: Febriana Trisnawati